BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sumber daya alam merupakan sesuatu
yang terdapat di muka bumi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Hal ini tidak jauh berbeda dengan sumber daya hutan. Sumber
daya hutan merupakan segala sesuatu yang terdapat di hutan yang bisa
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sumber daya hutan sangat
bersifat dinamis berubah dari waktu ke waktu, dari tempat satu ke tempat yang
lain.seiring dengan perkembangan kebutuhan manusia. Sumber daya hutan bersifat
dapat diperbaharui. Sumber daya hutan harus dilestarikan mulai dari sekarang,
karena jika sumber daya hutan tidak dilestarikan. Kelestarian alam akan
terganggu. Hutan mempunyai banyak fungsi, Indonesia adalah salah satu negara
dengan sumber daya hutan terbesar di dunia. Banyak sekali spesies tanaman yang
terdapat di dalam hutan Indonesia.
Hutan merupakan sumberdaya yang
tidak ternilai karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai
sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air,
pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk
kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan sebagainya.
Karena itu pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam UUD 45, UU
No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun
1985 dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen
PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan. Namun gangguan terhadap sumberdaya hutan
terus berlangsung bahkan intensitasnya makin meningkat.
Banyak Akibat negatif dari kerusakan
hutan, misalnya polusi udara akibat dari kebakaran hutan, asap yang ditimbulkan
mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat,
sungai, danau, laut dan udara, perubahan iklim mikro maupun global, merosotnya
nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, menurunnya keanekaragaman hayati.
Oleh karena itu, kerusakan hutan harus segera ditangani secara serius.
B.
Rumusan Masalah
Dalam konteks penyelamatan hutan
nasional, diperlukan kepedulian berbagai stakeholders (pihak-pihak
terkait), untuk duduk bersama dan mempertimbangkan nasib masa depan hutan yang
tersisa saat ini karena permasalahan utama dari kerusakan hutan di Indonesia
sangat kompleks, dengan rinciannya sebagai berikut:
1.
Rendahnya kesadaran masyarakat umum akan
pentingnya arti hutan bagi kehidupan sehari-hari. Hutan tidak hanya
menghasilkan oksigen yang penting bagi manusia, tapi juga menguraikan CO2 di
udara untuk mencegah pemanasan suhu bumi yang dapat mengancam kehidupan
manusia, menjaga keseimbangan air tanah, memberikan kehidupan bagi fauna di
dalamnya, dan memberikan manfaat ekonomi bagi manusia itu sendiri.
2.
Terlalu tingginya permintaan pasar akan
pasokan kayu untuk industri kertas, tisu toilet, dan bahan-bahan
material lainnya. Padahal, hutan tidak bisa dibuat seperti halnya zat kimia
sintesis butuh waktu dan proses yang lama untuk membentuk suatu kawasan
hutan.
3.
Lemahnya regulasi dan aparat yang
mengawalnya, dengan kata lain hutan menjadi objek yang dapat
dijual-belikan dengan mudah, tanpa menghiraukan prosedur perlindungan
hutan.
C. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia.
2.
Untuk
mendapatkan solusi bagaimana mengurangi kerusakan hutan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hutan
Hutan adalah sebuah kawasan yang
ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan
semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi
sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan,
modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu
aspek biosfer Bumi yang paling penting.
Hutan adalah bentuk kehidupan yang
tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun
daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil
maupun di benua besar.
Hutan merupakan suatu kumpulan
tumbuhan dan juga tanaman, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang
menempati daerah yang cukup luas.
B.
Macam-macam Jenis Hutan
Berikut
di bawah ini adalah pembagian macam-macam / jenis-jenis hutan disertai arti
definisi dan pengertian :
1.
Hutan
Bakau
Hutan bakau adalah hutan yang tumbuh
di daerah pantai berlumpur. Contoh : pantai timur kalimantan, pantai selatan
cilacap, dll.
2.
Hutan
Sabana
Hutan sabana adalah hutan padang
rumput yang luas dengan jumlah pohon yang sangat sedikit dengan curah hujan
yang rendah. Contoh : Nusa tenggara.
3.
Hutan
Rawa
Hutan rawa adalah hutan yang berada
di daerah berawa dengan tumbuhan nipah tumbuh di hutan rawa. Contoh : Papua
selatan, Kalimantan, dsb.
4.
Hutan
Hujan Tropis
Hutan hujan tropis adalah hutan
lebat / hutan rimba belantara yang tumbuh di sekitar garis khatulistiwa /
ukuator yang memiliki curah turun hujan yang sangat tinggi. Hutan jenis yang
satu ini memiliki tingkat kelembapan yang tinggi, bertanah subur, humus tinggi
dan basah serta sulit untuk dimasuki oleh manusia. Hutan ini sangat disukai
pembalak hutan liar dan juga pembalak legal jahat yang senang merusak hutan dan
merugikan negara trilyunan rupiah. Contoh : hutan kalimantan, hutan sumatera,
dsb.
5.
Hutan
Musim
Hutan musim adalah hutan dengan
curah hujan tinggi namun punya periode musim kemarau yang panjang yang
menggugurkan daun di kala kemarau menyelimuti hutan.
Di samping itu hutan terbagi / dibagi berdasarkan fungsinya, yaitu :
1.
Hutan
Wisata
Hutan wisata adalah hutan yang dijadikan suaka alam yang
ditujukan untuk melindungi tumbuh-tumbuhan serta hewan / binatang langka agar
tidak musnah / punah di masa depan. Hutan suaka alam dilarang untuk ditebang
dan diganggu dialih fungsi sebagai buka hutan. Biasanya hutan wisata menjadi
tempat rekreasi orang dan tempat penelitian.
2.
Hutan
Cadangan
Hutan cadangan merupakan hutan yang dijadikan sebagai lahan
pertanian dan pemukiman penduduk. Di pulau jawa terdapat sekitar 20 juta hektar
hutan cadangan.
3.
Hutan
Lindung
Hutan lindung adalah hutan yang difungsikan sebagai penjaga
ketaraturan air dalam tanah (fungsi hidrolisis), menjaga tanah agar tidak terjadi
erosi serta untuk mengatur iklim (fungsi klimatologis) sebagai penanggulang
pencematan udara seperti C02 (karbon dioksida) dan C0 (karbon monoksida). Hutan
lindung sangat dilindungi dari perusakan penebangan hutan membabibuta yang
umumnya terdapat di sekitar lereng dan bibir pantai.
4.
Hutan
Produksi / Hutan Industri
Hutan produksi yaitu adalah hutan
yang dapat dikelola untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomi. Hutan
produksi dapat dikategorikan menjadi dua golongan yakni hutan rimba dan hutan budidaya.
Hutan rimba adalah hutan yang alami sedangkan hutan budidaya adalah hutan yang
sengaja dikelola manusia yang biasanya terdiri dari satu jenis tanaman saja.
Hutan rimba yang diusahakan manusia harus menebang pohon denga sistem tebang
pilih dengan memilih pohon yang cukup umur dan ukuran saja agar yang masih
kecil tidak ikut rusak.
C.
Peran Hutan Terhadap Lingkungan
Hutan bukanlah warisan nenek moyang,
tetapi pinjaman anak cucu kita yang harus dilestarikan. Jika terjadi bencana,
maka dipastikan, biaya 'recovery' jauh lebih besar ketimbang melakukan
pencegahan secara dini. Begitu pentingnya fungsi hutan sehingga pada 21 Januari
2004 Presiden Megawati merasa perlu mencanangkan Gerakan Nasional Rehabilitasi
Hutan dan Lahan (GN-RHL) yaitu gerakan moral yang melibatkan semua komponen
masyarakat bangsa untuk memperbaiki kondisi hutan dan lahan kritis. Dengan
harapan, agar lahan kritis itu dapat berfungsi optimal, yang juga pada
gilirannya bermanfaat bagi masyarakat sendiri. Tujuan melibatkan komponen masyarakat,
tentu saja, agar mereka menyadari bahwa hutan dan lingkungan itu sangat penting
dijaga kelestariannya. Hutan memiliki fungsi yang penting bagi kehidupan
manusia diantaranya sebagai berikut :
1.
Pelestarian
Plasma Nutfah
Plasma nutfah merupakan bahan baku
yang penting untuk pembangunan di masa depan, terutama di bidang pangan,
sandang, papan, obat-obatan dan industri. Penguasaannya merupakan keuntungan
komparatif yang besar bagi Indonesia di masa depan. Oleh karena itu, plasma
nutfah perlu terus dilestarikan dan dikembangkan bersama untuk mempertahankan
keanekaragaman hayati.
2.
Penahan
dan Penyaring Partikel Padat dari Udara
Udara alami yang bersih sering
dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan oleh kegiatan alami maupun kegiatan
manusia. Dengan adanya hutan, partikel padat yang tersuspensi pada lapisan
biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan
serapan. Partikel yang melayang-layang di permukaan bumi sebagian akan terjerap
pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan yang mempunyai permukaan
yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Ada
juga partikel yang menempel pada kulit pohon, cabang dan ranting. Dengan
demikian hutan menyaring udara menjadi lebih bersih dan sehat.
D.
Penyebab Kerusakan Hutan
1.
Kebakaran
Hutan
Penyebab kebakaran hutan sampai saat
ini masih menjadi topik perdebatan, apakah karena alami atau karena kegiatan
manusia. Namun berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab
utama kebakaran hutan adalah faktor manusia yang berawal dari kegiatan atau
permasalahan sebagai berikut:
a.
Sistem
perladangan tradisional dari penduduk setempat yang berpindah-pindah.
b.
Pembukaan
hutan oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) ntuk insdustri kayu maupun
perkebunan kelapa sawit.
c.
Penyebab
struktural, yaitu kombinasi antara kemiskinan, kebijakan pembangunan dan tata
pemerintahan, sehingga menimbulkan konflik antar hukum adat dan hukum positif
negara.
Perladangan berpindah merupakan
upaya pertanian tradisional di kawasan hutan dimana pembukaan lahannya selalu
dilakukan dengan cara pembakaran karena cepat, murah dan praktis. Namun
pembukaan lahan untuk perladangan tersebut umumnya sangat terbatas dan
terkendali karena telah mengikuti aturan turun temurun (Dove, 1988). Kebakaran
liar mungkin terjadi karena kegiatan perladangan hanya sebagai kamuflasa dari
penebang liar yang memanfaatkan jalan HPH dan berada di kawasan HPH.
Pembukaan hutan oleh pemegang HPH
dan perusahaan perkebunan untuk pengembangan tanaman industri dan perkebunan
umumnya mencakup areal yang cukup luas. Metoda pembukaan lahan dengan cara
tebang habis dan pembakaran merupakan alternatif pembukaan lahan yang paling
murah, mudah dan cepat. Namun metoda ini sering berakibat kebakaran tidak hanya
terbatas pada areal yang disiapkan untuk pengembangan tanaman industri atau
perkebunan, tetapi meluas ke hutan lindung, hutan produksi dan lahan lainnya.
Sedangkan penyebab struktural,
umumnya berawal dari suatu konflik antara para pemilik modal industri perkayuan
maupun pertambangan, dengan penduduk asli yang merasa kepemilikan tradisional
(adat) mereka atas lahan, hutan dan tanah dikuasai oleh para investor yang
diberi pengesahan melalui hukum positif negara. Akibatnya kekesalan masyarakat
dilampiaskan dengan melakukan pembakaran demi mempertahankan lahan yang telah
mereka miliki secara turun temurun. Disini kemiskinan dan ketidak adilan
menjadi pemicu kebakaran hutan dan masyarakat tidak akan mau berpartisipasi
untuk memadamkannya.
2.
Penebangan
hutan secara sembarangan
Menebang hutan sembarangan akan
menyebabkan hutan menjadi gundul. Ditambah lagi akhir-akhir ini penebangan hutan
liar semakin marak terjadi.
3.
Penegakan
Hukum yang Lemah
Menteri Kehutanan Republik Indonesia
M.S.Kaban SE.MSi menyebutkan bahwa lemahnya penegakan hukum di Indonesia telah
turut memperparah kerusakan hutan Indonesia. Menurut Kaban penegakan hukum
barulah menjangkau para pelaku di lapangan saja. Biasanya mereka hanya
orang-orang upahan yang bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka
sehari-harinya. Mereka hanyalah suruhan dan bukan orang yang paling
bertanggungjawab. Orang yang menyuruh mereka dan paling bertanggungjawab sering
belum disentuh hukum. Mereka biasanya mempunyai modal yang besar dan memiliki
jaringan kepada penguasa. Kejahatan seperti ini sering juga melibatkan aparat
pemerintahan yang berwenang dan seharusnya menjadi benteng pertahanan untuk
menjaga kelestarian hutan seperti polisi kehutanan dan dinas kehutanan.
Keadaan ini sering menimbulkan tidak
adanya koordinasi yang maksimal baik diantara kepolisian, kejaksaan dan
pengadilan sehingga banyak kasus yang tidak dapat diungkap dan penegakan hukum
menjadi sangat lemah.
4.
Mentalitas
Manusia
Manusia sering memposisikan dirinya
sebagai pihak yang memiliki otonomi untuk menyusun blue print dalam perencanaan
dan pengelolaan hutan, baik untuk kepentingan generasi sekarang maupun untuk
anak cucunya. Hal ini kemungkinan disebabkan karena manusia sering menganggap
dirinya sebagai ciptaan yang lebih sempurna dari yang lainnya. Pemikiran
antrhroposentris seperti ini menjadikan manusia sebagai pusat. Bahkan posisi
seperti ini sering ditafsirkan memberi lisensi kepada manusia untuk “menguasai”
hutan. Karena manusia memposisikan dirinya sebagai pihak yang dominan, maka
keputusan dan tindakan yang dilaksanakanpun sering lebih banyak di dominasi
untuk kepentingan manusia dan sering hanya memikirkan kepentingan sekarang
daripada masa yang akan datang. Akhirnya hutanpun dianggap hanya sebagai sumber
penghasilan yang dapat dimanfaatkan dengan sesuka hati. Masyarakat biasa
melakukan pembukaan hutan dengan berpindah-pindah dengan alasan akan dijadikan
sebagai lahan pertanian. Kalangan pengusaha menjadikan hutan sebagai lahan
perkebunan atau penambangan dengan alasan untuk pembangunan serta menampung
tenaga kerja yang akan mengurangi jumlah pengangguran. Tetapi semua itu
dilaksanakan dengan cara pengelolaan yang exploitative yang akhirnya
menimbulkan kerusakan hutan. Dalam struktur birokrasi pemerintahan mentalitas
demikian juga seakan-akan telah membuat aparat tidak serius untuk menegakkan
hukum dalam mengatasi kerusakan hutan bahkan terlibat di dalamnya.
E.
Kerusakan Hutan di Tulungagung
Area hutan seluas 25.000 hektar di
utara dan selatan Tulungagung rusak parah. Kerusahakan dialibatkan oleh ilegal
logging dan aktivitas galian C. Demikian diungkapkan Direktur Pusat Pelatihan
Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi Tulungagung, Mohamad Ichwan Mustofa.
Kerusahakan ini sudah mengkhawatirkan, sebab secara total luas hutan di utara
dan selatan Tulungagung hanya 40.000 hektar. “Kalau diprosentase, 50 persen
lebih luas hutan yang mengalami kerusakan,” ungkapnya. Data tersebut
dikeluarkan PPLH Mangkubumi, setelah peneltian selama tahun 2009. Kerusakan
signifikan, menurut Ichwan, diakibatkan ilegal logging yang terjadi secara masif.
Penebangan liar ini dilakukan oleh perorangan, maupun kawanan yang
terorganisir. Bahkan, lanjut Ichwan, para pelaku sudah menjadi sindikasi yang
melibatkan banyak pihak. “Kami kecewa dengan pemerintah yang tidak tegas pada
mafia ilegal logging. Pemerintah harus tegas dan berani memenjarakan penjarah
dan mafia hutan,” ujar Ichwan. Selain itu ada kegiatan galin C berupa
penambangan batu dan tanah, yang turut menyumbang kerusakan hutan. Penambangan
yang dilakukan masyarakat, lambat laun turut merusak ekosistem di hutan. selain
itu, masih ada masyarakat yang membabat hutan untuk lahan pertanian. “Alih
fungsi lahan oleh masyarakat harus dihentikan juga,” tambah Ichwan. Sebagai
solusi, PPLH Mangkubumi mendesak perhutani segera melakukan konservasi lahan
kritis. Konservasi harus dilakukan dengan bermitra dengan masyarakat setempat
dan Pemkab Tulungagung. Sehingga masyarakat mempunyai tanggung jawab dan
kesadaran menjaga kelestarian hutan.15 km dari kecamatan Rejotangan kearah
barat selatan sentra pertambangan marmer berada, tepatnya di kec. Besuki dan
Campurdarat. Bangunan-bangunan raksasa menghiasai pinggiran hutan, bising
raungan mesin, lalu lalang truk pengangkut marmer menjadi pemandangan
sehari-hari. Ibu-ibu bergerumun di gedung-gedung tempat pembuatan pernak-pernik
dari marmer, bapak-bapak bergelut dengan batu-batu putih itu sepanjang waktu.
Marmer yang ditambang dari
gunung-gunung dengan mengorbankan hutan-hutan ini, tidak hanya dipasaran
Indonesia namun juga ekspor ke Asia, Eropa dan Amerika. Dalam show room yang
ada dipinggir -pinggir jalan, dapat terlihat pernik mulai dari asbak, patung
sampai bath up (tempat berendam yang biasa di hotel-hotel).
Di gubuk pinggiran hutan tinggal
sebuah keluarga dengan tiga orang anak, “ya beginilah kami mas, tiap hari ke pabrik
buat bekerja. Tapi dari dulu tetep gini – gini aja”. Tutur bapak berkulit pekat
dan guratan – guratan tebal di keningnya ini.
Rumah keluarga ini sangatlah
sederhana, anak yang pertama telah lulus STM dan kini membantu bapaknya di
pertambangan marmer. Dua adik perempuanya masih duduk di bangku SMP dan SD.
Sekolah tidak jauh dari rumah, saat musim hujan turun mereka memerlukan waktu
yang lebih lama untuk sampai ke tempat menimba ilmu, walet atau lumpur yang
turun dari gunung terbawa air hujan menggenangi jalan, yang juga akses menuju
ke pantai dan pelabuhan ikan popoh indah, bahkan walet masuk kerumah bila hujan
lebat datang.
Beberapa tahun yang lalu saat aku
masih di bangku SMP sering sekali bersepeda menuju ke pantai, saat liburan
datang bersama kawan – kawan. “dari dulu memang kayak gini keadaanya saat musim
hujan datang”. Namun dulu hanya menggenang beberapa sentimeter saja, tapi
sekarang bisa mencapai setengah meter. Pepohonan besar yang dulu berjajar
mengiringi perjalan kamipun, sudah menjadi ladang dan beberapa menjadi pabrik –
pabrik pengolah marmer.
Dari 40.000 hektar lebih hutan
Tulungagung, 25.000 hektar lebih gundul, dan sisanya rusak dan hanya ada
sebagian yang masih terjaga. Itupun peran serta masyarakat adat penghuni hutan.
Ditengah kerusakan hutan yang parah
ini pemerintah justru alokasi APBD 2010 kab Tulungagung untuk hutan hanya 0,03%
atau dibawah tiga ratus juta dari total anggaran satu triliyun lebih,
bandingkan dengan pengadaan mobil ddinas yang menghabiskan anggaran sampai enam
milyar. Ketika ditanyakan kepada DPRD tentang hal ini mereka malah menjawab
“hutan itu tanggung jawab perum perhutani bukan menjadi kewenangan kami”.
Padahal apabila terjadi bencana pada warganya pemerintah juga yang selalu
repot.
Seperti yang terjadi di kecamatan
Sendang beberapa waktu yang lalu, tanah lonsor yang telah merenggut beberapa
nyawapun di cover oleh PEMKAB. Perhutanipun seolah-olah menutup matanya pada
kejadian itu.
Ketidaksenergisan antara berbagai
steak holder juga menambah penderitaan hutan di tulungagung. Tatkala
kepentingan-kepentingan yang telah memfokuskan pada isi perut membuat kita
semakin terperanga, menatap sedih ke hadapan alam. Saat aku berkomunikasi
dengan beberapa oknum yang terkait dengan hutan, mulai dari PERUM PERHUTANI,
PEMKAB dan lain-lain, mereka hanya saling lempar dalam penanggulangan dampak.
Dampak kerusakan telah dirasakan
bersama hingga beberapa kelompok dalam masyarakat tergerak untuk menyelamatkan
lingkungan yang semakin lama semakin menjadi ini. Di pagi itu saat aku mencoba
menghilangkan penat dengan berjalan-jalan ke sebuah telaga yang masih perawan
di Sawo Campurdarat, aku melihat sesosok tua, kerut kening telah dan lebam
kulit menyelimuti tubuh yang tak muda lagi, sedang membersihkan semak-semak
disekitar pohon trembesi yang tingginya masih satu setengah meteran.
Sayangnya keteguhan hati dan
semangat para aktifis lingkungan, kurang mendapat apresiasi yang konkret dari
pemerintah. Justru apresiasi datang dari kaum muda khususnya yang tergabung
dalam pecinta alam ataupun dari NGO (LSM) lingkungan yang turut member support
baik moril maupun materil. Hal ini terlihat dari proses pelaksanaan konservasi
yang sering dilakukan oleh masyarakat. Perencanaan sering tidak diikuti oleh
pemerintah maupun perhutani namun apabila terjadi suatu hal sering terjadi
suatu tindakan yang menghambat proses konservasi yang sedang berlangsung.
“Tuhan telah menciptakan hutan untuk manusia dan seyogyanya kita bersahabat dengan mereka” dan “usaha berlebih untuk memaksimalkan hasil hutan malah akan beerbuah bencana dan sengketa”. Dan marilah kita bersama-sama berfikir dan bertindak “untuk keadilan lingkungan dan masa depan bumi kita.
“Tuhan telah menciptakan hutan untuk manusia dan seyogyanya kita bersahabat dengan mereka” dan “usaha berlebih untuk memaksimalkan hasil hutan malah akan beerbuah bencana dan sengketa”. Dan marilah kita bersama-sama berfikir dan bertindak “untuk keadilan lingkungan dan masa depan bumi kita.
F.
Akibat Kerusakan Hutan
Kerusakan
hutan akan menimbulkan beberapa dampak negatif yang besar di bumi:
1.
Efek
Rumah Kaca (Green house effect).
Hutan merupakan paru-paru bumi yang
mempunyai fungsi mengabsorsi gas Co2. Berkurangnya hutan dan meningkatnya
pemakaian energi fosil (minyak, batubara dll) akan menyebabkan kenaikan gas Co2
di atmosfer yang menyelebungi bumi. Gas ini makin lama akan semakin banyak,
yang akhirnya membentuk satu lapisan yang mempunyai sifat seperti kaca yang
mampu meneruskan pancaran sinar matahari yang berupa energi cahaya ke permukaan
bumi, tetapi tidak dapat dilewati oleh pancaran energi panas dari permukaan
bumi. Akibatnya energi panas akan dipantulkan kembali kepermukaan bumi oleh
lapisan Co2 tersebut, sehingga terjadi pemanasan di permukaan bumi. Inilah yang
disebut efek rumah kaca. Keadaan ini menimbulkan kenaikan suhu atau perubahan
iklim bumi pada umumnya. Kalau ini berlangsung terus maka suhu bumi akan
semakin meningkat, sehingga gumpalan es di kutub utara dan selatan akan
mencair. Hal ini akhirnya akan berakibat naiknya permukaan air laut, sehingga
beberapa kota dan wilayah di pinggir pantai akan terbenam air, sementara daerah
yang kering karena kenaikan suhu akan menjadi semakin kering.
2.
Kerusakan
Lapisan Ozon
Lapisan Ozon (O3) yang menyelimuti
bumi berfungsi menahan radiasi sinar ultraviolet yang berbahaya bagi kehidupan
di bumi. Di tengah-tengah kerusakan hutan, meningkatnya zat-zat kimia di bumi
akan dapat menimbulkan rusaknya lapisan ozon. Kerusakan itu akan menimbulkan
lubang-lubang pada lapisan ozon yang makin lama dapat semakin bertambah besar.
Melalui lubang-lubang itu sinar ultraviolet akan menembus sampai ke bumi,
sehingga dapat menyebabkan kanker kulit dan kerusakan pada tanaman-tanaman di
bumi.
3.
Kepunahan
Species
Hutan di Indonesia dikenal dengan
keanekaragaman hayati di dalamnya. Dengan rusaknya hutan sudah pasti
keanekaragaman ini tidak lagi dapat dipertahankan bahkan akan mengalami
kepunahan. Dalam peringatan Hari Keragaman Hayati Sedunia dua tahun yang lalu
Departemen Kehutanan mengumumkan bahwa setiap harinya Indonesia kehilangan satu
species (punah) dan kehilangan hampir 70% habitat alami pada sepuluh tahun
terakhir ini.
4.
Merugikan
Keuangan Negara.
Sebenarnya bila pemerintah mau
mengelola hutan dengan lebih baik, jujur dan adil, pendapatan dari sektor
kehutanan sangat besar. Tetapi yang terjadi adalah sebaliknya. Misalnya tahun
2003 jumlah produksi kayu bulat yang legal (ada ijinnya) adalah sebesar 12 juta
m3/tahun. Padahal kebutuhan konsumsi kayu keseluruhan sebanyak 98 juta
m3/tahun. Data ini menunjukkan terdapat kesenjangan antara pasokan dan
permintaan kayu bulat sebesar 86 juta m3. Kesenjangan teramat besar ini
dipenuhi dari pencurian kayu (illegal loging). Dari praktek tersebut
diperkirakan kerugian yang dialami Indonesia mencapai Rp.30 trilyun/tahun. Hal
inilah yang menyebabkan pendapatan sektor kehutanan dianggap masih kecil yang
akhirnya mempengaruhi pengembangan program pemerintah untuk masyarakat
Indonesia.
5.
Banjir
Dalam peristiwa banjir yang sering
melanda Indonesia akhir-akhir ini, disebutkan bahwa salah satu akar penyebabnya
adalah karena rusaknya hutan yang berfungsi sebagai daerah resapan dan
tangkapan air (catchment area). Hutan yang berfungsi untuk mengendalikan banjir
di waktu musim hujan dan menjamin ketersediaan air di waktu musim kemarau,
akibat kerusakan hutan makin hari makin berkurang luasnya. Tempat-tempat untuk
meresapnya air hujan (infiltrasi) sangat berkurang, sehingga air hujan yang
mengalir di permukaan tanah jumlahnya semakin besar dan mengerosi daerah yang
dilaluinya. Limpahannya akan menuju ke tempat yang lebih rendah sehingga
menyebabkan banjir.
Bencana banjir dapat akan semakin
bertambah dan akan berulang apabila hutan semakin mengalami kerusakan yang
parah. Tidak hanya akan menimbulkan kerugian materi, tetapi nyawa manusia akan
menjadi taruhannya. Banjir di Jawatimur dan Jawa tengah adalah contoh nyata.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai penutup tulisan ini dapat
dikemukakan beberapa hal sebagai berikut:
a.
Hutan
merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai harganya karena didalamnya
terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil
hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta
kesuburan tanah, dan sebagainya. Karena itu pemanfaatan dan perlindungannya
diatur oleh Undang-undang dan peraturan pemerintah.
b.
Kebakaran
dan penebangan liar merupakan salah satu bentuk gangguan terhadap sumberdaya
hutan dan akhir-akhir ini makin sering terjadi. Kebakaran dan penebangan hutan
menimbulkan kerugian yang sangat besar dan dampaknya sangat luas, bahkan
melintasi batas negara. Di sisi lain upaya pencegahan dan pengendalian yang
dilakukan selama ini masih belum memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu
perlu perbaikan secara menyeluruh, terutama yang terkait dengan kesejahteraan
masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan.
c.
Berbagai
upaya perbaikan yang perlu dilakukan antara lain dibidang penyuluhan kepada
masyarakat khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor penyebab kebakaran
hutan, peningkatan kemampuan aparatur pemerintah terutama dari Departemen
Kehutanan, peningkatan fasilitas untuk mencegah dan menanggulagi kebakaran
hutan, dan penebangan liar ,pembenahan bidang hukum dan penerapan sangsi secara
tegas.
d.
Akibat
penebangan hutan,2100 mata air mengering dan akibat dari penebangan juga
mengakibatkan kerusakan sumber air (mata air) akan semakin cepat.
B.
Saran
Bagi para
pembaca makalah ini dan juga semua orang bahwa hutan merupakan sumber kehidupan
bagi manusia apabila hutan sudah tidak ada lagi maka kehidupan manusia akan
berubah dan kemiskinan akan terjadi. Maka dari itu menjaga kelestarian hutan
jangan lah dianggap mudah.
Dan bagi
para pecinta alam ,teruskanlah usaha penjagaan itu dengan sebaik-baiknya dan
juga tingkatkan kewaspadaan terhadap orang-orang yang mau merusaknya, cegah
agar tidak terjadi kerusakan dihutan kita ini.
Dalam
menyusun makalah ini, kami menyadari banyak kesalahan yang terdapat di
dalamnya. Saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah
ini dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
http://ajiezaenulamry.blogspot.com/2015/08/makalah-geografi-tentang-kerusakan-hutan.html
0 komentar:
Posting Komentar