BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kurikulum
dikembangkan berdasarkan latar belakang sbb:
1.
Mutu pendidikan rendah.
Beberapa indikator menunjukkan bahwa kinerja
pendidikan kita masih jauh dari harapan, antara lain rata-rata tingkat
pencapaian nilai UN lulusan baik SD, SMP, maupun SMA dan sekolah-sekolah yang
sederajat dari tahun ke tahun selalu kurang memuaskan. Indikator lain, seperti
keterampilan, keimanan, rasa tanggung jawab, kepribadian, dan budi pekerti
belum mendapat perhatian yang memadai. Masih sering terjadi perkelahian antar
pelajar, banyak siswa bolos dan keluyuran di luar sekolah pada jam-jam
pelajaran, dll. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain di lingkungan ASEAN
apalagi negara-negara maju mutu pendidikan di Indonesia jauh tertinggal.
2.
Pendidikan sentralistik.
Selama ini
kurikulum, metode pembelajaran dan lain-lain diatur secara sentralistik, yaitu
penyusunan secara total dari pemerintah pusat sehingga guru tidak mempunyai
ruang untuk berimprovisasi dan berinovasi. Kreativitas guru tidak dapat tumbuh
dengan baik sebagai akibat dari tuntutan target GBPP.
3.
Kurikulum seragam secara nasional.
Kurikulum
sampai dengan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaannya ditetapkan oleh
pemerintah pusat dan sama sekali tidak memperhatikan kebutuhan serta ciri khas
daerah. Kemampuan dan budaya daerah yang satu dengan yang lain tidak sama akan
tetapi disuruh mencerna sesuatu yang sama akibatnya pendidikan menghasilkan
lulusan yang tidak mengenal identitasnya sendiri.
4.
Otonomi daerah.
Dalam rangka mengatasi kelemahan pengelolaan
pendidikan yang sentralistik, maka pemerintah menerapkan kebijakan dengan
menyerahkan sebagian wewenangnya ke daerah. Dalam hal ini pemerintah pusat
hanya menyiapkan standar kompetensi yang bersifat nasional sedangkan
masalah-masalah yang berkaitan dengan proses pembelajaran seperti silabus dan
sistem penilaiannya diserahkan ke daerah atau sekolah. Otonomi memberikan
bentuk pelimpahan wewenang kepada provinsi, kabupaten/kota, bahkan sekolah.
Otonomi pendidikan bagi sekolah dalam bentuk Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sehingga sekolah menjadi lebih
dinamis dan kreatif.
5.
Kebijaksanaan Broad-Based Education.
Broad
Based Education (BBE)
merupakan strategi layanan pendidikan yang akan diterapkan pada masa yang akan
datang terutama pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah. BBE
adalah pendidikan berbasis masyarakat luas, yaitu kebijakan penyelenggaraan
pendidikan yang diperuntukkan bagi kepentingan dan kebutuhan lapisan masyarakat
luas (Dikdasmen, 2001). Dengan kata lain, BBE adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang tidak hanya berorientasi pada bidang akademik atau vokasional
semata akan tetapi juga memberikan bekal kepada siswa keterampilan untuk hidup
atau bekerja (life skills). Siswa tidak hanya belajar teori tetapi juga
menerapkan pengetahuannya untuk pemecahan masalah kehidupan sehari-hari atau learning
how to learn.
6.
School-Based Management.
Kebijakan School-Based
Management (SBM) menuntut perubahan wewenang dari pemerintah pusat ke
daerah dan sekolah. Kebijakan SBM diikuti dengan partisipasi dari masyarakat (community
based education). Tujuan utama perubahan ini adalah memberikan wewenang
kepada sekolah dalam mengelola dan mengembangkan sekolah secara lebih mandiri
karena kendali pusat hanya bersifat umum. Melalui kebijakan ini diharapkan agar
sekolah dapat bergerak dan pada akhirnya menghasilkan sekolah yang demokratis,
yakni melalui pemberian kepercayaan sekolah kepada guru, pemberian kepercayaan
guru kepada siswa dan akhirnya akan menghasilkan lulusan yang bermutu tinggi.
7.
Life skills education
Life
skills education adalah
suatu proses pendidikan yang mengarah kepada pembekalan kecakapan seseorang
untuk mampu dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar
tanpa merasa tertekan kemudian secara proaktif dan kreatif mencari solusinya
sehingga akhirnya mampu mengatasi problema tersebut. Life skills
diartikan bukan sekedar keterampilan kejuruan (vocational job) melainkan
mencakup juga kemampuan-kemampuan dasar pendukungnya secara fungsional seperti
kemampuan membaca, menulis, menghitung, merumuskan dan memecahkan masalah,
mengelola sumber daya, bekerja dalam tim, semangat belajar sepanjang hayat,
kemampuan berpikir, berkomunikasi baik lisan maupun tertulis, bertangung jawab,
mempergunakan teknologi dan sebagainya. Oleh karena itu, cakupan life skills
teramat luas, yakni : communication skills, decision making
skills, resource and time management skills, planning skills. Disamping
itu, secara garis besar life skills dapat juga dikelompokkan menjadi general
life skills dan specific life skills. General life skills diperlukan
oleh setiap manusia tidak tergantung status dan usia yang merupakan kemampuan
dasar sehingga lebih baik dikembangkan pada anak mulai usia TK, SD, dan SMP
sedangkan specific life skills diperlukan seseorang untuk menghadapi
problema di bidang-bidang tertentu sehingga baik dikembangkan mulai SMA (academic
skills) dan SMK (vocational skills).
B.
Tujuan
Penulisan Makalah
a.
Tujuan Teoritik
1)
Memberi arah dalam melaksanakan proses pembelajaran
baik di sekolah maupun di luar sekolah.
2)
Mengembangkan potensi yang dimiliki oleh tiap-tiap
daerah dan keadaan, serta mendukung tercapainya pendidikan.
b.
Tujuan Praktis
Untuk memenuhi
syarat dalam mengikuti / menyelesaikan mata kuliah Manajemen Kurikulum.
C.
Rumusan
Masalah
1.
Jelaskan apa yang dimaksud dengan Pendekatan
Pengembangan Kurikulum SD!
2.
Sebutkan pendekatan pengembangan kurikulum?
3.
Apa saja model-model pengembangan kurikulum?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendekatan Pengembangan Kurikulum SD
Pengembangan kurikulum (curriculum development / curriculum planning /curriculum design) adalah perencanaan
kesempatan-kesempatan belajar yang ditujukan untuk membawa siswa ke arah
perubahan-perubahan yang diinginkan dan menilai perubahan-perubahan itu telah
terjadi pada diri siswa.
Dalam hal ini, pengembangan kurikulum adalah suatu
proses siklus yang tidak pernah ada titik awal dan akhirnya. Sebab,
pengembangan kurikulum ini merupakan suatu proses yang bertumpu pada
unsur-unsur dalam kurikulum, yang di dalamnya meliputi tujuan metode dan
material, penilaian dan balikan (feedback).
Tujuan menggambarkan semua pengetahuan dan
pertimbangan tujuan-tujuan pembelajaran, baik berhubungan dengan mata pelajaran
maupun kurikulum secara keseluruhan. Metode dan material menggambarkan
metode-metode dan material sekolah guna mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Penilaian, berhubungan dengan sejauh mana keberhasilan kegiatan yang telah
dikembangkan tujuan baru.
Balikan (feedback),
merupakan semua pengalaman yang telah diperoleh dan pada gilirannya menjadi
titik tolak bagi langkah pengembangan. Pengembangan kurikulum sendiri adalah
kegiatan yang mengacu pada usaha untuk melaksanakan dan mempertahankan dan
menyempurnakan kurikulum yang telah ada guna memperoleh hasil yang lebih baik
lagi.
Dari kurikulum 1994, suplemen 1999, KBK dan KTSP. Dan
kurikulum yang sekarang kita pakai adalah kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkatan
Satuan Pendidikan) dalam KTSP, pengembangan kurikulum dilakukan oleh Guru,
Kepala Sekolah serta Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan.
B. Pendekatan
Pengembangan Kurikulum SD
Pengembangan kurikulum seyogyanya dilaksanakan secara
sistematik berdasarkan prinsip terpadu yaitu memberikan petunjuk bahwa
keseluruhan komponen harus tepat sekali dan menyambung secara integratif, tidak
terlepas-lepas, tetapi menyeluruh. Penyusunan satu komponen harus dinilai konsistensinya
dan berkaitan dengan komponen-komponen lainnya sehingga kurikulum benar-benar
terpadu secara bulat dan utuh.
Ada beberapa macam pendekatan yang dapat digunakan
dalam mengembangkan kurikulum, diantaranya adalah:
1. Pendekatan Bidang Studi (Field of Study
Approach)
Pendekatan ini menggunakan bidang studi atau mata
pelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum misalnya matematika, sains,
sejarah, geografi, atau IPA, IPS, dan sebagainya seperti yang lazim kita dapati
dalam sistem pendidikan kita sekarang di semua sekolah dan universitas.
Yang diutamakan dalam pendekatan ini ialah penguasaan
bahan dan proses dalam disiplin ilmu tertentu. Tipe organisasi ini paling mudah
dibandingkan dengan pendekatan lainnya oleh sebab disiplin ilmu telah jelas
batasannya dan karena itu lebih mudah mempertanggungjawabkan apa yang
diajarkan.
2. Pendekatan Interdisipliner (Interdisciplinary
Approach)
Di bawah ini akan kita bicarakan beberapa pendekatan
interdisipliner dalam pengembangan kurikulum.
a. Pendekatan
Broad-Field
Pendekatan ini berusaha mengintregasikan beberapa
disiplin atau mata pelajaran yang saling berkaitan agar siswa memahami ilmu
pengetahuan tidak berada dalam vakum atau kehampaan akan tetapi merupakan
bagian integral dari kehidupan manusia.
Pendekatan broad field ini juga dapat digunakan agar
siswa memahami hubungan yang kompleks antara kejadian-kejadian di dunia,
misalnya antara perang vietnam dan korea dengan kebangkitan ekonomi jepang dan
lain-lain.
Pendekatan Broad-Field pada hakekatnya adalah
penyatuan beberapa mata pelajaran yang sejenis, seperti IPA (didalamnya
tergabung ada fisika, biologi dan kimia) dan IPS. Kurikulum bentuk ini sebagai
upaya penggabungan dari mata pelajaran-mata pelajaran yang terpisah-pisah
dengan maksud untuk mengurangi kekurangan yang terdapat dalam bentuk mata
pelajaran. Korelasi kurikulum merupakan penggabungan dari mata pelajaran yang
sejenis secara insidental.
Dari bahan kurikulum yang terlepas-lepas diupayakan
disatukan dengan bahan kurikulum atau mata pelajaran yang sejenis sehingga
dapat memperkaya wawasan siswa dari berbagai disiplin ilmu. Tetapi kenyataan di
lapangan atau di sekolah terbukti bahwa guru-guru masih berpegang pada latar
belakang pendidikannya. Seumpamanya seorang guru sejarah mengajarkan bidang
studi IPS, tetapi dalam pelaksanaannya masih mengutamakan pelajaran sejarahnya
daripada substansi IPS itu sendiri.
Demikian pula dalam penilaiannya cenderung akan
banyak mengukur atau menilai substansi sejarahnya daripada substansi IPSnya.
Salah satu penyebabnya karena guru yang bersangkutan belum memahami
prinsip-prinsip pola penggabungan mata pelajaran tersebut.
Bahan pelajaran dalam kurikulum ini memungkinkan
substansi pelajarannya memiliki pengertian-pengertian yang lebih mendalam
dibanding dengan mata pelajaran yang terpisah-pisah. Dalam korelasi kurikulum
masih memungkinkan guru akan lebih banyak memberikan substansi prinsip-prinsip
dan generalisasi, sehingga guru dapat menyampaikan materi atau membimbing siswa
untuk mempelajari bahan pelajaran secara utuh (dalam lingkup bord field)
dan dapat meningkatkan daya tarik siswa terhadap pelajaran tersebut.
b. Pendekatan
Kurikulum Inti (core curriculum)
Kurikulum ini banyak persamaannya dengan broad-field,
karena juga menggabungkan berbagai disiplin ilmu. Kurikulum diberikan
berdasarkan suatu masalah sosial atau personal. Untuk memecahkan masalah itu
digunakan bahan dari berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan masalah itu.
Kurikulum ini merupakan bagian dari kurikulum terpadu
(integrated curriculum). Beberapa karakteristik yang dapat dikaji dalam
kurikulum ini adalah :
1.
Kurikulum ini direncanakan secara berkelanjutan (continue)
selalu berkaitan dan direncanakan secara terus-menerus.
2.
Isi kurikulum yang dikembangkan merupakan rangkaian
dari pengalaman yang saling berkaitan.
3.
Isi kurikulum selalu mengambil atas dasar masalah
maupun problema yang dihadapi secara aktual.
4.
Isi kurikululm cenderung mengambil atau mengangkat
substansi yang bersifat pribadi maupun sosial.
5.
Isi kurikulum ini lebih difokuskan berlaku untuk semua siswa,
sehingga kurikulum ini sebagai kurikulum umum tetapi substansinya bersifat
problema, pribadi, sosial dan pengalaman yang terpadu.
Kurikulum ini selalu menggunakan bahan-bahan dari
berbagai mata pelajaran atau disiplin ilmu guna menjawab atau menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi atau yang dipelajari siswa. Tidak menutup
kemungkinan bahwa aspek lingkungan pun menjadi bahan yang harus dipertimbangkan
dalam pengembangan kurikulum ini. Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa core
curriculum adalah bagian dari kurikulum terintegrasi atau kurikulum
terpadu, sehingga program pembelajaran untuk kurikulum ini harus dikembangkan
secara bersama-sama antara guru dengan siswa. Dalam prosesnya, kurikulum
terpadu perlu didukung oleh kemampuan guru dalam mengelola waktu dan kegiatan
sehingga aktivitas dan substansi materi yang dipelajari siswa menjadi lebih
efektif, efisien dan bermakna.
c. Pendekatan
Kurikulum Inti di Perguruan Tinggi
Istilah inti (core) juga digunakan dalam kurikulum
perguruan tinggi. Dengan “core” dimaksud pengetahuan inti/pokok yang diambil
dari semua disiplin ilmu yang esensial mengenai kebudayaan dan ilmu pengetahuan
yang dianggap layak dimiliki oleh tiap orang terdidik dan terpelajar.
d. Pendekatan
Kurikulum Fusi
Kurikullum ini men-fusi-kan atau menyatukan dua atau
lebih disiplin tradisional menjadi studi baru misalnya : geografi + botani +
arkeologi menjadi earth sciences.
3.
Pendekatan
Rekonstruksionisme (Reconstructionist Approach)
Rekonstruksionisme berasal dari bahasa inggris Reconstruct
yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan aliran
rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama
dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Rekonstruksionisme
merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme, gerakan ini lahir didasari
atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri
dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.
Rekonstruksionisme
di pelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930 yang ingin
membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil tokoh-tokoh aliran
rekonstruksionisme yaitu Caroline pratt,
George count, dan Harold rugg.
Progresivisme
yang dilandasi pemikiran Dewey
dikembangkan oleh Kilpatrick dan Jhon Child, juga mendorong pendidikan
agar lebih sadar terhadap tanggung jawab sosial. Namun mereka tidak sepakat
dengan Count dan Rugg bahwa sekolah harus melakukan
perbaikan masyarakat yang spesifik. Kaum progresif lebih suka menekankan tujuan
umum pertumbuhan masyarakat melalui pendidikan. Aliran ini berpendapat bahwa
sekolah harus mendominasi atau mengarahkan perubahan (rekonstruksi) pada
tatanan sosial saat ini.
Usaha rekonstruksionisme
sosial yang diupayakan Brammeld
didasarkan atas suatu asumsi bahwa kita telah beralih dari masyarakat agraris
pedesaan ke masyarakat urban yang berteknologi tinggi namun masih terdapat
suatu kelambatan budaya yang serius yaitu dalam kemampuan manusia menyesuaikan
diri terhadap masyarakat teknologi. Hal tersebut sesuai dengan pandangan Count bahwa apa yang diperlukan pada
masyarakat yang memiliki perkembangan teknologi yang cepat adalah rekonstruksi
masyarakat dan pembentukan serta perubahan tata dunia baru.
Teori pendidikan rekonstruksionisme yang dikemukakan
oleh Brameld terdiri dari enam
tesis, yaitu :
1.
Pendidikan harus dilaksanakan di sini dan sekarang
dalam rangka menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar
budaya kita dan selaras dengan yang mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan
sosial modern. Pendidikan harus menyeponsori perubahan yang benar dalam nurani
manusia. Oleh karena itu, kekuatan teknologi yang sangat kuat harus
dimanfaatkan untuk membangun umat manusia, bukan untuk menghancurkannya.
Masyarakat harus diubah bukan melalui tindakan positif, melainkan dengan cara
mendasar.
2.
Masyarakat baru harus berada dalam kehidupan demokrasi
sejati, yaitu sumber dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya
sendiri. Semua yang mempengaruhi harapan dan hajat masyarakat seperti sandang,
pangan, papan, kesehatan, industri dan sebagainya. Semua akan menjadi tanggung
jawab rakyat melalui wakil-wakil yang dipilih. Masyarakat ideal adalah
masyarakat yang demokrasi. Struktur, tujuan dan kebijakan-kebijakan yang berkaitan
dengan tata aturan baru harus diakui merupakan bagian dari pendapat masyarakat.
3.
Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan
oleh kekuatan budaya dan sosial. Menurut rekonstruksionisme hidup beradab
adalah hidup berkelompok sehingga kelompok akan memainkan peran yang penting di
sekolah.
4.
Guru harus meyakini terhadap validitas dan urgensi
dirinya dengan cara bijaksana yaitu dengan memperhatikan prosedur yang
demokratis. Guru harus mengadakan pengujian secara terbuka terhadap
fakta-fakta.
5.
Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali
seluruhnya dengan tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan
dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains
sosial. Yang penting dari sains sosial adalah mendorong kita untuk menemukan
nilai-nilai, yaitu manusia yang percaya atau tidak bahwa nilai-nilai itu
bersifat universal.
6.
Kita harus meninjau kembali penyusunan kurikulum, isi
pelajaran, metode yang pakai, struktur administrasi, dan bagaimana guru
dilatih. Semua itu harus di bangun kembali bersesuaian dengan teori kebutuhan
tentang sifat dasar manusia secara rasional dan ilmiah. Kita harus menyusun
kurikulum dimana pokok-pokok dan bagiannya dihubungkan secara integral, tidak
disajikan sebagai suatu sekuensi komponen pengetahuan.
a.
Macam-macam
Pendekatan Rekonstruksionisme
Pendekatan ini juga disebut rekonstruksi sosial
karena memfokus kurikulum pada masalah-masalah penting yang dihadapi dalam
masyarakat, seperti polusi, ledakan penduduk, dan lain-lain. Dalam gerakan rekonstruksionisme
terdapat dua kelompok utama yang sangat berbeda pandangan tentang kurikulum,
yakni :
1.
Rekonstruksionisme Konservatif
Aliran ini menginginkan agar pendidikan ditujukan
kepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari
penyelesaian masalah-masalah yang paling mendesak yang dihadapi masyarakat,
masalah-masalah dapat bersifat lokal dan bersifat daerah nasional, regional dan
internasional bagi pelajar SD sampai dengan Perguruan Tinggi. Peranan guru
sebagai orang yang menganjurkan perubahan (agent
of change) mendorong siswa menjadi partisipan aktif dalam proses perbaikan
masyarakat. Pendekatan kurikulum ini konsisten dengan Falsafah Pragmatisme.
2.
Rekonstruksionisme Radikal
Pendekatan ini berpendapat bahwa banyak Negara
mengadakan pembangunan dengan merugikan rakyat kecil, yang miskin yang
merupakan mayoritas masyarakat. Elite yang berkuasa mengadakan tekanan terhadap
massa yang tak berdaya melalui sistem pendidikan yang diatur demi tujuan itu.
Golongan radikal ini menganjurkan agar pendidikan
formal maupun pendidikan nonformal mengabdikan diri demi tercapainya orde
sosial baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan
merata. Mereka berpendapat bahwa sekolah yang dikembangkan negara bersifat opresif
dan tidak humanistik serta digunakan sebagai alat golongan elit untuk
mempertahankan status quo.
Untuk pendirian yang saling bertentangan ini, baik
yang konservatif maupun yang radikal mempunyai unsur kesamaan. Mereka berasumsi
bahwa masalah-masalah sosial adalah hasil ciptaan manusia dan karena itu dapat
diatasi oleh manusia. Sebaliknya golongan radikal ingin merombak tata sosial
yang ada dan menciptakan tata sosial yang baru sama sekali untuk memperbaiki
sistem lebih efisien.
b. Teori Pendidikan Rekonstruksionisme
a.
Tujuan Pendidikan
1.
Sekolah-sekolah rekonstruksionis berfungsi sebagai
lembaga utama untuk melakukan perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam
masyarakat.
2.
Tugas sekolah-sekolah rekonstruksionis adalah
mengem-bangkan ”sarjana-sarjana” sosial, warga-warga negara yang mempunyai
tujuan mengubah secara radikal wajah masyarakat masa kini.
3.
Tujuan pendidikan rekonstruksionis adalah
membangkit-kan kesadaran para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan
politik yang dihadapi umat manusia dalam skala global, dan mengajarkan kepada
mereka keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk meng-atasi masalah
tersebut.
b. Metode
pendidikan
Analisis kritis terhadap kerusakan-kerusakan
masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan programatik untuk perbaikan. Dengan demikian
menggunakan metode pemecahan masalah, analisis kebutuhan, dan penyusunan
program aksi perbaikan masyarakat.
c.
Kurikulum
Kurikulum berisi mata pelajaran-mata pelajaran yang
ber-orientasi pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan.
Kurikulum banyak berisi masalah-masalah sosial,
ekonomi, dan politik yang dihadapi umat manusia, yang termasuk di dalamnya
masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri; dan program-program
perbaikan yang ditentukan secara ilmiah untuk aksi kolektif.
Struktur organisasi kurikulum terbentuk dari
cabang-cabang ilmu sosial dan proses-proses penyelidikan ilmiah sebagai metode
pemecahan masalah.
d.
Pelajar
Siswa adalah generasi muda yang sedang tumbuh menjadi
manusia pembangun masyarakat masa depan, dan perlu berlatih keras untuk menjadi
sarjana-sarjana sosial yang diperlukan untuk membangun masyarakat masa depan.
e.
Pengajar/Tenaga Pendidik
Guru harus membuat para peserta didik menyadari
masalah-masalah yang dihadapi umat manusia, mambatu mereka merasa mengenali
masalah-masalah tersebut sehingga mereka merasa terikat untuk memecahkannya.
Guru harus terampil dalam membantu peserta didik
menghadapi kontroversi dan perubahan. Guru harus menumbuhkan cara berpikir yang
berbeda-beda sebagai suatu cara untuk menciptakan alternatif-alternatif
pemecahan masalah yang menjanjikan keberhasilannya.
Menurut Brameld (kneller,1971)
teori pendidikan rekonstruksionisme ada 5 yaitu:
a.
Pendidikan harus di laksanakan di sini dan sekarang
dalam rangka menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar
budaya kita, dan selaras dengan yang mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan
sosial masyarakat modern.
b.
Masyarakat baru harus berada dalam kehidupan demokrasi
sejati dimana sumber dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya
sendiri.
c.
Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan
oleh kekuatan budaya dan sosial.
d.
Guru harus menyakini terhadap validitas dan urgensi
dirinya dengan cara bijaksana memperhatikan prosedur yang demokratis
e.
Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali secara
keseluruhan dengan tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan
dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains
sosial yang mendorong kita untuk menemukan nilai-nilai manusia yang percaya
atau tidak bahwa nilai-nilai itu bersifat universal.
f.
Meninjau kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran,
metode yang dipakai, struktur administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih.
4. Pendekatan Humanistik (Humanistic approach)
Pendekatan pembelajaran humanistik memandang manusia
sebagai subyek yang bebas merdeka untuk menentukan arah hidupnya. Manusia
bertanggungjawab penuh atas hidupnya sendiri dan juga atas hidup orang lain.
Pendekatan yang lebih tepat digunakan dalam pembelajaran yang humanistik adalah
pendekatan dialogis, reflektif, dan ekspresif. Pendekatan dialogis mengajak
peserta didik untuk berpikir bersama secara kritis dan kreatif. Pendidik tidak
bertindak sebagai guru melainkan fasilitator dan partner dialog; pendekatan
reflektif mengajak peserta didik untuk berdialog dengan dirinya sendiri;
sedangkan pendekatan ekspresif mengajak peserta didik untuk mengekspresikan
diri dengan segala potensinya (realisasi dan aktualisasi diri). Dengan demikian
pendidik tidak mengambil alih tangung jawab, melainkan sekedar membantu dan
mendampingi peserta didik dalam proses perkembangan diri, penentuan sikap dan
pemilahan nilai-nilai yang akan diperjuangkannya.
Pendidikan yang humanistik menekankan bahwa
pendidikan pertama-tama dan yang utama adalah bagaimana menjalin komunikasi dan
relasi personal antara pribadi-pribadi dan antar pribadi dan kelompok di dalam
komunitas sekolah. Relasi ini berkembang dengan pesat dan menghasilkan
buah-buah pendidikan jika dilandasi oleh cinta kasih antar mereka.
Pribadi-pribadi hanya berkembang secara optimal dan relatif tanpa hambatan jika
berada dalam suasana yang penuh cinta (unconditional
love), hati yang penuh pengertian (understanding
heart) serta relasi pribadi yang efektif (personal relationship). Dalam mendidik seseorang kita hendaknya
mampu menerima diri sebagaimana adanya dan kemudian mengungkapkannya secara jujur
(modeling). Mendidik tidak sekedar
menransfer ilmu pengetahuan, melatih keterampilan verbal kepada para peserta
didik, namun merupakan bantuan agar peserta didik dapat menumbuhkembangkan
dirinya secara optimal.
Mendidik yang efektif pada dasarnya merupakan
kemampuan seseorang menghadirkan diri sedemikian rupa sehingga pendidik
memiliki relasi bermakna antara pendidikan dengan para peserta didik sehingga
mereka mampu menumbuh kembangkan dirinya menjadi pribadi dewasa dan matang.
Pendidikan yang efektif adalah yang berpusat pada siswa atau pendidikan bagi
siswa. Dasar pendidikannya adalah apa yang men- “dunia”, minat, dan
kebutuhan-kebutuhan peserta didik. Pendidik membantu peserta didik untuk
menemukan, mengembangkan dan mencoba mempraktikkan kemampuan-kemampuan yang
mereka miliki (the learners-centered
teaching). Ciri utama pendidikan yang berpusat pada siswa adalah bahwa
pendidik menghormati, menghargai dan menerima siswa sebagaimana adanya.
Komunikasi dan relasi yang efektif sangat diperlukan dalam model pendidikan
yang berpusat pada siswa, sebab hanya dalam suasana relasi dan komunikasi yang
efektif, peserta didik akan dapat mengeksplorasi dirinya, mengembangkan dirinya
dan kemudian mem- “fungsi” -kan dirinya di dalam masyarakat secara optimal.
Tujuan sejati dari pendidikan seharusnya adalah
pertumbuhan dan perkembangan diri peserta didik secara utuh sehingga mereka
menjadi pribadi dewasa yang matang dan mapan, mampu menghadapi berbagai masalah
dan konflik dalam kehidupan sehari-hari. Agar tujuan ini dapat tercapai maka
diperlukan sistem pembelajaran dan pendidikan yang humanistik serta
mengembangkan cara berpikir aktif-positif dan keterampilan yang memadai (income generating skills). Pendidikan
dan pembelajaran yang bersifat aktif-positif dan berdasarkan pada minat dan
kebutuhan siswa sangat penting untuk memperoleh kemajuan baik dalam bidang
intelektual, emosi/perasaan (EQ), affeksi maupun keterampilan yang berguna
untuk hidup praktis. Tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah memanusiakan
manusia muda (N. Driyarkara).
Pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk bertumbuh dan berkembang
menjadi pribadi-pribadi yang lebih bermanusiawi (semakin “penuh” sebagai
manusia), berguna dan berpengaruh di dalam masyarakatnya, yang bertanggungjawab
dan bersifat proaktif dan kooperatif. Masyarakat membutuhkan pribadi-pribadi
yang handal dalam bidang akademis, keterampilan atau keahlian dan sekaligus
memiliki watak atau keutamaan yang luhur. Singkatnya pribadi yang cerdas,
berkeahlian, namun tetap humanis.
Pendekatan humanistik dalam kurikulum didasarkan atas
asumsi-asumsi yang berikut:
·
Siswa akan lebih giat lagi belajar dan bekerja
bila harga dirinya dikembangkan sepenuhnya.
·
Siswa yang diturutsertakan dalam perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran akan merasa bertanggung jawab atas keberhasilannya.
·
Hasil belajar akan meningkatkan dalam suasana
belajar yang diliputi oleh rasa saling mempercayai, saling membantu dan bebas
dari ketegangan yang berlebihan.
·
Guru yang berperan sebagai fasilitator belajar
memberi tanggung jawab kepada siswa atas kegiatan belajarnya.
5.
Pendekatan
"Accountability" (The "Accountability" Approach)
Accountability
atau pertanggungjawaban lembaga pendidik-an tentang pelaksanaan tugasnya kepada
masyarakat, akhir-akhir ini tampil sebagai pengaruh yang penting dalam dunia
pendidikan. Namun, menurut banyak pengamat pendidikan accountability ini telah
mendesak pendidikan dalam arti yang sebenarnya menjadi latihan belaka.
Accountability
yang sistimatis yang pertama kalinya diperkenalkan Frederick Taylor dalam bidang industri pada permulaan abad ini.
Pendekatannya, yang kelak dikenal sebagai “scientific
management” atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang
harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu.
6. Pendekatan Pembangunan Nasional (National
Development Approach)
Pendekatan ini mengandung tiga unsur :
1.
Pendidikan kewarganegaraan
Dalam masyarakat demokratis, warganegara dapat dimasukkan dalam tiga
kategori:
·
Warganegara yang apatis
·
Warganegara yang pasif
·
Warganegara yang aktif
2.
Pendidikan sebagai alat pembangunan nasional
Tujuan pendidikan ini adalah mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Para pengembang kurikulum bertugas untuk
mendisain program yang sesuai dengan analisis jabatan yang akan diduduki.
3.
Pendidikan keterampilan praktis bagi kehidupan
sehari-hari
Keterampilan yang diperlukan bagi kehidupan sehari- hari dapat dibagi
dalam beberapa kategori yang tidak hanya bercorak keterampilan akan tetapi juga
mengandung aspek pengetahuan dan sikap, yaitu:
·
Keterampilan untuk mencari nafkah dalam rangka
sistim ekonomi suatu negara.
·
Keterampilan untuk mengembangkan masyarakat.
·
Keterampilan untuk menyumbang kepada
kesejahteraan umum.
·
Keterampilan sebagai warganegara yang baik
C.
Model-Model Pengembangan
Kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum ada beberapa model yang
dapat digunakan. Tiap model memiliki kekhasan tertentu baik dilihat dari
keluasan pengembangan kurikulumnya itu sendiri maupun dilihat dari tahapan
pendekatannya maupun pengembangannya :
a.
Model Tyler
Pengembangan kurikulum model Tyler yang dapat
ditemukan dalam buka classis yang sampai sekarang banyak dijadikan rujukan pada
proses pengembangan kurikulum. Dalam model ini, ada 4 hal yang dianggap
fundamental untuk mengembangkan kurikulum :
1. Menentukan
tujuan
2. Menentukan
pengalaman belajar
3. Mengorganisasi
pengalaman belajar
4. Evaluasi
b.
Model Taba
Berbeda dengan model yang dikembangkan Tyler, model
taba lebih menitikberatkan pada bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai suatu
proses perbaikan dan penyempurnaan. Oleh karena itu dalam model ini
dikembangkan tahap-tahap yang harus dilakukan oleh para pengembang kurikulum.
Ada 5 langkah
pengembangan kurikulum model Taba:
1. Menghasilkan
unit-unit percobaan
2. Menguji
coba unit eksperimen untuk menentukan validitas dan kelayakan penggunaannya
3. Merivisi
dan mengonsolidasi unit eksperimen
4. Mengembangkan
keseluruhan rangka kurikulum
5. Mengimplementasi
kurikulum yang telah teruji
c.
Model Oliva
Menurut olive suatu model kurikulum harus bersifat
simpel, komprensif, dan sistematik. Menurut olive model yang dikembangkan ini
dapat digunakan dalam beberapa dimensi. Yang pertama untuk menyempurnakan
kurikulum sekolah dalam bidang-bidang khsus misalkan penyempurnaan kurikulum
bidang studi tertentu disekolah, baik dalam tataran perencanaan kurikulum
maupun dalam proses pembelajarannya. Kedua, model ini juga dapat digunakan
untuk membuat keputusan dalam merancang program kurikulum. Ketiga model ini
dapat digunakan dalam program pembelajaran secara khusus.
d.
Model
Beauchamp
Model ini dinamakan system Beauchamp, karena memang
diciptakan dan dikembangkan oleh Bauchamp seorang ahli kurikulum. Beauchamp
mengemukakan ada lima langkah dalam proses pengembangan kurikulum.
·
Menetapkan wilayah atau arena yang akan
melakukan perubahan suatu kurikulum. Wilayah itu bias terjadi pada hanya satu
sekolah, satu kecamatan, kabupaten, atau mungkin tingkat provinsi dan tingkat
nasional.
·
Menetapkan orang-orang yang akan terlibat dalam
proses pngembangan kurikulum. Ia menyarankan untuk melibatkan seluas-luasnya
para tokoh di masyarakat. Baik itu para ahli/ spesialis kurikulum, para ahli
pendidikan serta para professional dalam bidang lain.
·
Menetapkan prosedur yang akan ditempuh, yaitu
dalam hal merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus, memilih isi dan pengalaman
belajar serta menetapkan evaluasi. Keseluruhan prosedur itu selanjutnya dapat
dibagi dalam lima langkah:
1)
Membentuk tim pengembang kurikulum
2)
Melakukan penilaian terhadap kurikulum yang sedang
berjalan
3)
Melakukan studi atau penjajakan tentang penentuan
kurikulum baru
4)
Merumuskan kriteria dan alternative pengembang
kurikulum
5)
Menyusun dan menulis kurikulum yang dikehendaki
·
Implementasi kurikulum. Pada tahap ini perlu
dipersiapkan secara matang berbagai hal yang dapat berpengaruh baik langsung
maupun tidak langsung terhadap efektivitas penggunaan kurikulum.
·
Melaksanakan evaluasi kurikulum yang menyangkut:
1)
Evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru
di sekolah
2)
Evaluasi terhadap desain kurikulum
3)
Evaluasi keberhasilan amak didik
4)
Evaluasi system kurikulum
e.
Model
Wheeler
Menurut Wheller, pengembangan kurikulum merupakan
suatu proses ynag membentuk lingkaran yang terjadi secara terus menerus. Dimana
ada lima fase (tahap). Setiap tahap merupakan pekerjaan yang berlangsung secara
sistematis atau berturut. Artinya, kita tidak mungkin dapat menyelesaikan
tahapan kedua manakala tahapan pertama belum terselesaikan. Namun demikian,
manakala setiap tahap sudah selesai dikerjakan, kita akan kembali pada tahap
awal. Deikian proses pengembangan sebuah kurikulum berlangsung tanpa ujung.
Wheller
berpendapat, pengembangan kurikulum terdiri atas lima tahap, yakni:
1. Menentukan
tujuan umum dan tujuan khusus.
2. Menentukan
pengalaman belajar yang mungkin dapat dilakukan oleh siswa untuk mencapai
tujuan yang dirumuskan dalam langkah pertama.
3. Menentukan
isi atau materi pembelajaran sesuai dengan pengelaman belajar
4. Mengorganisasi
atau menyatukan pengalaman belajar dengan isi atau materi belajar
5. Melakukan
evaluasi setiap fase pengembangan dan pencapaian tujuan
f.
Model
Nicholls
Dalam bukunya Developing a Curriculum: a Practical
Guide (1978), Howard Nicholls menjelaskan bahwa pendekatan pengembangan
kurikulum terdiri atas elemen-elemen kurikulum yang membentuk siklus.
Model pengembangan kurikulum Nicholls menggunakan
pendekatan siklus seperti model Wheeler. Model Nicholls digunakan apabila ingin
menyusun kurikulum baru yang diakibatkan oleh terjadinya perubahan situasi.Ada
lima langkah pengembangan kurikulum menurut Nicholls, yaitu:
1. Analisis
sesuatu
2. Menentukan
tujuan khusus
3. Menentukan
dan mengorganisasi isi pelajaran
4. Menentukan
dan mengorganisasi metode
5. Evaluasi
g.
Model
Dynamic Skilbeck
Menurut Skilbeck, model pengembangan kurikulum yang
ia namakan model Dynamic,b adalah model pngembangan kurikulum pada level
sekolah (School Nased Curriculum Development) Skilbeck menjelaskan model ini
diperuntukkan untuk setiap guru yang ingin mengembangkan kurikulum yang sesuai
dengan kebutuhan sekolah. Agar proses pengembangan berjalan dengan baik, maka
setiap pengembang termasuk guru perlu memahami lima elemen pokok yang dimulai
dari mennganalisis situasi sampai pada melakukan penilaian. Skilbeck
menganjurkan model pengembangan kurikulum yang ia susun dapat dijadikan
alternative dalam pengembangan kurikulum tingkat sekolah. Menurut Skilbeck
langkah-langakah pengembangan kurikulum adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis
sesuatu
2. Memformulasikan
tujuan
3. Menyususn
program
4. Interpretasi
dan implementasi
5. Monitoring,
feedback, penilaian, dan rekonstruksi
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Secara umum
pendekatan-pendekatan pengembangan dalam kurikulum adalah :
1. Pendekatan
Sentralistik
Pendekatan sentralistik adalah pendekatan yang terpusat. Pendekatan ini
memiliki kelebihan adalah mudahnya dicapai consensus, sangat baik dan
memelihara budaya nasional, sangat membantu dalam perlasan kesempatan belajar,
an mudah dalam mengadakan inovasi, sedangkan kekurangan pendekatan sentralistik
adalah kurang mamu beradaptasi dengan kebutuhan lokal (daerah).
2. Pendekatan
Desentralistik
Pendekatan desentralistik adalah pendekatan yang disesuaikan dengan
kebutuhan daerah masing-masing. Kelebihan pendekatan ini adalah mudah
diadaptasi dengan kebutuhan dan situasi budaya daerah/lokal, namun memiliki
kelemahan yaitu kesulitan untuk mencapai konsensus dari berbagai keragaman
kebutuhan daerah. Tuntutan utama dari pendekatan desentralistik adalah tuntutan
kemampuan setiap pengembang kurikulum yang harus menyebar dari tingkat pusat,
daerah, sampai pada tinglkat satuan pendidikan di sekolah.
B.
Saran
Dalam menyusun makalah ini, kami menyadari banyak kesalahan yang terdapat
di dalamnya. Saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan
makalah ini dikemudian hari
DAFTAR PUSTAKA
Nasution. 2006. Kurikulum dan
Pengajaran. Jakarta ; PT. Bumi Aksara
Hamalik, Oemar.
2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta
: Bumi Aksara
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Pengembangan Kurikulum
teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya
Yulaelawati, Ella. 2004. Kurikulum
dan pembelajaran Filosofi Teori dan Prakrtek. Bandung :
Pakar Raya
http://ajiezaenulamry.blogspot.com/2015/08/makalah-tentang-pendekatan-pengembangan.html
http://ajiezaenulamry.blogspot.com/2015/08/makalah-tentang-pendekatan-pengembangan.html
0 komentar:
Posting Komentar